Kamis, 15 Maret 2018

Penjelasan Perihal Orang - orang Sadiqin Didalam Tajrid (Terjemahan Kitab Al-hikam Karangan Syekh Ahmad Atailah)

- Islam Berdikari - Assalamualaikum sahabat Islam Berdikari? Kali ini Islam Berdikari akan membagikan tulisan terbaru lagi. Tulisan ini berjudul Penjelasan Perihal Orang - orang Sadiqin Didalam Tajrid (Terjemahan Kitab Al-hikam Karangan Syekh Ahmad Atailah). Silahkan dibaca, lalu jangan lupa juga untuk membagikan tulisan ini. Langsung saja disimak baik-baik ya tulisan ini.

Penjelasan Perihal Orang - orang Sadiqin Didalam Tajrid Kitab Al-hikam
Maqam Diri

"Kehendakmu agar semata-mata beribadah, padalah Allah sudah menempatkan dirimu sebagai golongan orang yang harus berusaha untuk mendapatkan kehidupan duniamu (sehari-hari), maka keinginan seperti itu termasuk perbuatan (keinginan) syahwat yang halus. Sedangkan keinginanmu untuk berusaha, padahal Allah Ta’ala telah menempatkan dirimu di antara golongan yang semata-mata beribadah, mengikuti keinginanmu itu, berarti engkau telah turun dari semangat dan cita-cita yang tinggi.”


Ungkapan tajrid di atas berarti meninggalkan sebab yang menjadi jalan untuk menemukan apa yang seharusnya dijalankan oleh orang-orang sadiqin, yakni dengan melaksanakan suatu sebab tidak membiarkan dirinya jatuh kepada perbuatan yang salah, karena berniat meninggalkan urusan duniawi, sebab semata-mata hendak beribadah.

Watak yang dimiliki oleh orang sadiqin, ialah tidak meninggalkan dunia karena akhirat, dan tidak meninggalkan akhirat sebab dunia. Hubungan timbal balik antara dunia dan akhirat seperti yang dikehendaki oleh Islam, adlah suatu keharusan yang patut diusahakan dan ditunjang dengan prilaku akhlak Islam yang akan menunjang semua hal yang menyangkut urusan duniawi dan ukhrawi.

Menempatkan kedua masalah tersebut diatas adalah suatu jalan yang benar bagi orang sadiq yang memandang kehidupan dunia dan akhirat dalam semua perilaku manusia, saling menjunjung dan tidak terpisahkan satu dengan yang lainnya.

Kedudukan manusia dalam tajrid, karena kehendak mentaati Allah Swt,. Lalu menanggalkan usaha (kasab), padahal ia masih memerlukan kasab itu sebagai keperluan yang wajar secara duniawi, maka kehendak tajrid seperti ini termasuk syahwat badani yang tidak pada tempatnya. Oleh karena ia membutuhkan seperti pada umumnya manusia berhubungan dalam hidup melalui tolong menolong yang berkaitan dengan sesama manusia.

Syahwat badani seperti ini memang syahwat yang halus, karena bukan perbuatan yang tidak dibolehkan, akan tetapi tidak pada tempatnya, apalagi kalau tajrid seperti itu adalah suatu keinginan agar dianggap sebagai manusia zuhud (orang yang tidak berkehendak kepada dunia, semata-mata karena Allah). Kehendak seperti ini bertentangan dengan kehendak Allah sendiri, karena akan menjerumuskan kepada syirik yang halus pula.

Sebaliknya, orang yang telah mendapatkan keputusan Allah untuk beribaah saja (dalam maqam tajrid saja) berati ia sudah tidak mempunyai tugas duniawi yang melibatkan dirinya pada ikhtiar duniawi, hanyalah semata-mata beribadah, karena Allah telah memilih ia untuk hal itu. Orang seperti ini bukanlah karena ia tidak memerlukan lagi kehidupan dunia, untuk keperluannya yang primer, akan tetapi Allah telah menjamin kehidupa dunianya dengan rezeki yangtak dapat diduga-duga. Dalam urusan duniawi ia tidak terlalu mengharapkan mendapatkannya. Karena ia telah siap menerima anugerah Allah dengan jalan beribadah kepada-Nya semata.
Baca Juga :
Inilah orang yang saduqin di atas jalannya. Ia tidak tamak menghadapi hidup melewati jalan tajrid, karena menempatkan duniawi sebagai hal yang tidak mengikatnya sebagai belenggu yang merusak ibadahnya kepada Allah Ta’ala. Dalam pelaksanaan ibadah kepada Allah, ada dua hal yang perlu diingat, lalu menempatkan diri secara teguh (istiqomah) pada tempat yang dipilih hamba untuk perjuangan hidupnya di dunia dan di akhirat. Kedudukan dua hal ini tidak berbeda. Karena niat yang tersembul dari perbuatan seperti itu sama kedudukannya, yakni untuk beribadah. Masalahnya sekarang adalah bagaimana seseorang menekuni perilaku ibadahnya. Di satu pihak keinginan tajrid lebih kuat dan lebih dominan, di pihak lain keinginan duniawi lebih condong mengukuti semua perbuatan sebagai ibadahnya.

Untuk menghilangkan keraguan (was-was) dalam diri hamba yang sadiqin, maka harus menekuni dua perolaku tersebut, sehingga masing-masing mampu memberi nilai lebih dan menjadikannya sebagai ibadah yang bermanfaat dunia dan akhirat.

Meskipun demikian, perlu dipahami bahwasanya maqam yang mulia, karena tidak semua orang mampu berada pada maqam tersebut. Maqam tajrid ini adalah pilihan Allah Swt atas hamba-Nya dalam hubungannya dengan peribadahan yang khusus.
Penjelasan Perihal Orang - orang Sadiqin Didalam Tajrid
Orang Sadiqin Didalam Tajrid
  • Mendekatkan diri kepada Allah Swt, akan tetapi tidak emngabaikan duniawi
  • Mengkhususkan diri beribadah semata-mata kepada Allah, karena Allah Swt. Telah menjamin hidup duniawinya, karena ibadah-ibadah yang ia amalkan,
  • Menempatkan diri dalam hidup sederhana (qana’ah) dan menjaga kehormatannya (iffah) dalam hubungan sesama manusia.
  • Tidak menyia-nyiakan pemberian Allah Swt yang telah diterima oleh si hamba (seperti rezeki) yang tak terduga, untuk kepentingan manusia lainnya. Kemudian ia tetap istiqamah dalam ibadah yang dijalankannya.
  • Jiwa dan ruh mereka tenang menikmati ibadah kepada Allah Swt.
  • Mengembalikan seluruh persoalan yang telah terjadi dan yang akan terjadi kepada Allah Swt. Serta mengerjakan sesuatu perbuatan semata-mata karena izin Allah.
Demikian sifat-sifat orang sadiq yang beriman kepada Allah atas segala ciptaannya, menerima atas segala kejadian baik dan buruk yang datang dari Allah. Kemudian berusaha untuk memberi faedah kepada sesama hamba Allah.
Disqus Comments