Dampak Buruk Media Sosial: Stress, Hilang Pahala Ibadah (Riya), dan 'Ujub.
MEDIA SOSIAL, termasuk Facebook, Twitter, dan Instagram, bisa membuat seseorang stress dan resah, bahkan mengalami gangguan jiwa.
Dalam perspektif Islam, media sosial bahkan bisa menggugurkan pahala ibadah atau kebaikan, karena status media sosial bisa menimbulkan pamer amal ingin dipuji orang lain (riya'), juga potensial membuat ujub, takabur, atau berbangga diri yang dilarang Islam.
Media sosial memang banyak manfaatnya, namun madoratnya pun 'gak ketulungan. Berikut ini ulasan ringkas tentang bahaya atau dampak buruk media sosial bagi kesehatan jiwa dan ibadah sebagai Muslim.
Bahaya Media Sosial bagi Kesehatan Jiwa
Menurut seorang psikiatri, Dr Anjali Chhabria, terlalu terlibat dan aktif di media sosial bisa mengundang pikiran yang resah, labil, dan emosi yang tidak seimbang.“Semakin banyak teman Anda di media sosial, maka rasa penasaran dan kompetisi terhadap kehidupan mereka semakin tinggi,” jelas Dr Chhabria seperti dikutip Tribunnews.
Dewasa ini banyak pengguna media sosial, terutama Facebooker dan Tweps, bukan lagi untuk komunikasi, tapi untuk memamerkan pencapaian dan kebahagiaan semu di dunia maya.
“Bukan hanya stres, banyak orang tidak menyadari bahwa media sosial juga menyebabkan mereka sulit tidur di malam hari. Tubuh yang kurang tidur rentan stres,” terangnya.
Membaca status atau melihat foto teman di Facebook, juga bisa menimbulkan iri hati, dan merasa orang lain lebih bahagia dan lebih sukses daripada dirinya. Maka, kurangi aktivitas di media sosial!
Bahaya Media Sosial bagi Amal Kebaikan: Riya
Selain bahaya dari sisi kesehatan jiwa, medsos juga membahayakan amal kebaikan, berupa pamer amal kebaikan alias riya yang merupakan salah satu sikap yang dibenci Allah SWT.Muslim yang melaksanakan ibadah haji dan umroh, banyak yang tergoda untuk selfie, narsis, lalu mengunggahnya di media sosial. Ulama Saudi bahkan mengeluarkan fatwa haram hukumnya selfie bagi jamaah haji/umroh.
Riya’ termasuk penyakit hati, sekaligus penghapus pahala amal kebaikan. Secara harfiyah, riya’ –berasal dari kata raa-a yuraa-u ru’yah yang artinya melihat, memperlihatkan, menampakkan, menunjukkan, terlihat, atau “pamer”, sebagaimana firman Allah SWT: “… dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya’ kepada manusia.” (QS. Al-Anfal:47).
Secara istilah, riya’ bisa dimaknai sebagai “pamer amal kebaikan”, yakni sengaja menampakkan atau menunjukkan amal solehnya kepada orang lain agar mendapatkan pujian, penghargaan, atau membuat orang lain itu kagum kepadanya.
Para ulama mendefiniskan riya sebagai “sikap menginginkan kedudukan dan posisi di hati manusia dengan memperlihatkan berbagai kebaikan kepada mereka”.
Riya’, dengan demikian, adalah melakukan amal kebaikan atau ibadah dengan niat bukan ikhkas karena Allah, karena ingin pujian, decak kagum, atau ingin dilihat oleh orang lain.
Termasuk ke dalam perbuatan riya’ adalah sum’ah, yakni agar orang lain mendengar apa yang kita lakukan lalu kita pun dipuji bahkan “terkenal” sebagai orang baik.
Seseorang berbuat riya’ atau tidak, hanya dirinya dan Allah SWT yang tahu. Namun, secara lahiriah, ciri riya’ a.l. jika amal baik atau ibadahnya dilakukan di depan orang lain atau disaksikan manusia, ia tampak giat, antusias, atau bersemangat, tapi jika sendirian, maka ia bermalas-malasan, tidak bergairah, bahkan tidak melakukannya sama sekali.
Jadi, ciri utama riya’ adalah ingin mendapat pujian, baik sebelum melakukan kebaikan (riya’ dalam hal niat/motif) maupun setelah melakukannya (tujuan akhir amalnya dipuji orang).
Riya’ menjadikan amal kebaikan menjadi sia-sia, sebagaimana firman Allah SWT: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia” (QS. Al-Baqarah: 264).
“Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya, yang berbuat karena riya’” (QS. Al-Ma’un:4-6).
Rasulullah Saw menyebutkan riya’ sebagai “syirik kecil” (syirkul ashghar), yakni menyekutukan Allah SWT dalam skala kecil, karena mestinya niat ibadah hanya karena mengharap ridha-Nya, bukan ridha selain-Nya.
“Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kamu semua adalah syirik kecil (riya`)” (HR Ahmad). Riya’ membuat amal sia-sia sebagaimana syirik. (HR. Ar-Rabii’). Sesungguhnya riya’ adalah syirik kecil. (HR. Ahmad dan Al Hakim).
Riya juga disebut “syirik tersembunyi” karena keberadaannya yang bisa tidak disadari oleh yang berlaku riya. Diriwayatkan dari Abu Sa’id al Khudriy, ia berkata,”Rasulullah Saw pernah menemui kami dan kami sedang berbincang tentang Al-Masih Dajjal.
Maka beliau Saw bersabda,”Maukah kalian aku beritahu tentang apa yang aku takutkan terhadap kalian daripada Al-Masih Dajjal?’ Kami menjawab, ’Tentu, wahai Rasiulullah.’ Beliau Saw berkata, ’Syirik yang tersembunyi, yaitu orang yang melakukan shalat kemudian membaguskan shalatnya tatkala dilihat oleh orang lain” (HR. Ibnu Majah dan Baihaqi).
Selain riya', media sosial juga potensial membuat orang jadi ujub-takabur atau berbangga diri dengan pencapaian atau keberhasilannya dengan memamerkannya di media sosial.
Demikian bahaya media sosial bagi kesehatan jiwa dan nasib amal kebaikan kita. Semoga tidak terjadi pada diri kita. Amin...! *