Senin, 03 Februari 2014

Hukum Merayakan Hari Valentine bagi Umat Islam

- Islam Berdikari - Assalamualaikum sahabat Islam Berdikari? Kali ini Islam Berdikari akan membagikan tulisan terbaru lagi. Tulisan ini berjudul Hukum Merayakan Hari Valentine bagi Umat Islam. Silahkan dibaca, lalu jangan lupa juga untuk membagikan tulisan ini. Langsung saja disimak baik-baik ya tulisan ini.

Hukum Merayakan Valentine bagi Umat Islam
Valentine’s Day (Hari Valentine) adalah Peringatan Kematian Pendeta St. Valentine. Menurut Ensiklopedi Katolik (Catholic Encyclopaedia 1908), istilah Valentine yang disadur dari nama “Valentinus”  merujuk pada tiga martir atau santo  (orang suci dalam Katolik) yang berbeda: seorang pastur di Roma, uskup  Interamna, dan seorang martir di Provinsi  Romawi Africa (Wikipedia).

Hubungan antara tiga santo tersebut  terhadap perayaan V alentine atau “hari  kasih sayang” tidak memiliki catatan  sejarah yang jelas. Bahkan, Paus  Gelasius II tahun 496 M menyatakan, sebenarnya tidak ada hal yang diketahui  dari ketiga santo itu.

Tanggal 14 Februari dirayakan  sebagai peringatan santa Valentinus sebagai upaya mengungguli hari raya
Lupercalica (Dewa Kesuburan) yang dirayakan tanggal 15 Februari. Beberapa sumber menyebutkan, jenazah santo Hyppolytus yang diidentifikasi sebagai jenazah santo Valentinus diletakkan dalam sebuah peti emas dan dikirim ke gereja Whiterfiar Street Carmelite Churc di Dublin Irlandia oleh Paus Gregorius XVI
tahun 1836.

Sejak itu, banyak wisatawan yang  adalah nama seorang paderi, Pedro St. Valentino.

Tanggal 14 Februari 1492 adalah hari kejatuhan Kerajaan Islam Spanyol. Jadi, tumbangnya kerajaan Islam di Spanyol dirayakan sebagai Hari Valentine.

ULAMA kenamaan, Ibnul Qayyim, berkata: “Memberi selamat atas acara ritual orang kafir yang khusus bagi mereka, telah disepakati bahwa perbuatan tersebut haram. Semisal memberi selamat atas hari raya dan puasa mereka, dengan mengucapkan “Selamat hari raya!” dan semisalnya.

Bagi yang mengucapkannya, kalau pun tidak sampai pada kekafiran, paling tidak itu merupakan perbuatan haram. Berarti ia telah memberi selamat atas perbuatan mereka yang menyembah Salib.

Bahkan, perbuatan tersebut lebih besar dosanya di sisi Allah dan lebih dimurkai dari pada memberi selamat atas perbuatan minum khamar atau membunuh. Banyak orang yang kurang mengerti agama terjerumus dalam suatu perbuatan tanpa menyadari buruknya perbuatan tersebut.”

Catatan pertama dihubungkannya hari raya Santo V alentinus dengan cinta berziarah ke gereja ini pada tanggal 14 Februari. Pada tanggal tersebut sebuah misa khusus diadakan dan dipersembahkan kepada para muda-mudi dan mereka yang sedang menjalin hubungan cinta.

Literatur lain menyebutkan, tanggal 14 Februari 270 M, St. V alentine dibunuh karena pertentangannya (pertelingkahan) dengan penguasa Romawi, Raja Claudius II (268 – 270 M). Untuk mengagungkan St. Valentine yang dianggap sebagai simbol ketabahan, keberanian dan kepasrahan dalam menghadapi cobaan,
maka para pengikutnya memperingati kematian St. V alentine sebagai “upacara keagamaan”.

Tetapi sejak abad 16 M, ‘upacara  keagamaan’tersebut mulai beransur-ansur hilang dan berubah menjadi ‘perayaan bukan keagamaan’. Hari Valentine kemudian dihubungkan dengan pesta jamuan kasih sayang bangsa Romawi kuno yang disebut “Supercalis” yang jatuh pada tanggal 15 Februari.

Setelah orang-orang Romawi itu masuk Kristen, pesta “supercalis” kemudian dikaitkan dengan upacara
kematian St. V alentine. Penerimaan upacara kematian St. V alentine sebagai ‘hari kasih sayang’ juga dikaitkan dengan kepercayaan orang Eropah bahwa waktu ‘kasih sayang’ itu mulai bersemi ‘bagai
burung jantan dan betina’pada tanggal 14 Februari.

Dalam bahasa Prancis Normandia, pada abad pertengahan terdapat kata “Galentine” yang bererti ‘galant atau cinta’. Persamaan bunyi antara galentine dan valentine menyebabkan orang berpikir bahwa sebaiknya para pemuda dalam mencari pasangan hidupnya tanggal 14 Februari.

Dipercayai 14 Februari adalah hari ketika burung mencari pasangan untuk kawin. Kepercayaan ini ditulis pada karya sang sastrawan Inggris pertengahan ternama Geoffrey Chaucer pada abad ke-14. Ia menulis di cerita Parlement of Foules (Percakapan Burung-Burung):

For this was sent on Seynt Valentyne’s day (“Untuk inilah dikirim pada hari Santo Valentinus”)
When every foul cometh there to choose his mate (“Saat semua burung datang ke sana untuk memilih 
pasangannya”).

Pada zaman itu bagi para pencinta sudah lazim untuk bertukaran catatan pada hari ini dan memanggil pasangan mereka “Valentine” mereka. Sebuah kartu Valentine yang berasal dari abad ke-14 konon merupakan bagian dari koleksi pernaskahan British Library di London.

Menurut catatan Wikipedia, Hari Valentine kemungkinan diimpor oleh Amerika Utara dari Britania Raya, negara yang mengkolonisasi daerah tersebut.

Di Indonesia, budaya bertukaran surat ucapan antar kekasih juga mulai muncul. Budaya ini menjadi budaya
populer di kalangan anak muda. Bentuk perayaannya bermacam-macam, mulai dari saling berbagi kasih dengan pasangan, orang tua, orang-orang yang kurang beruntung secara materi, dan mengunjungi panti asuhan di mana mereka sangat membutuhkan kasih sayang dari sesama manusia.

Semua ulama di seluruh dunia bersepakat, umat Islam tidak boleh merayakan Valentine karena Valentina
adalah “ritual” atau “hari raya” non-Muslim yang harus kita hormati tanpa harus turut merayakannya.

JELAS umat Islam dilarang merayakan Hari Valentine dengan cara apa pun. Valentine itu perayaannya kaum Katolik. Kita hormati keyakinan mereka, namun tidak boleh ikut merayakannya.

Para pemuka agama Islam di seluruh dunia dari golongan dan gerakan Islam mana pun telah sepakat bahwa HARAM hukumnya bagi umat Islam untuk ikut-ikutan merayakan Hari Valentine dengan tingkat partisipasi sekecil apa pun, bahkan sekadar mengucapkan “Selamat Hari Valentine” atau “Happy Valentne”.

Rasulullah Saw dengan tegas melarang umat Islam untuk mengikuti tata cara peribadatan selain Islam: “Barang siapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut” (HR. At-Tirmidzi). Wallahu a’lam.*
Disqus Comments