Jumat, 21 Oktober 2016

Resolusi Jihad Dan Peran Santri Pada Era Kemerdekaan

- Islam Berdikari - Assalamualaikum sahabat Islam Berdikari? Kali ini Islam Berdikari akan membagikan tulisan terbaru lagi. Tulisan ini berjudul Resolusi Jihad Dan Peran Santri Pada Era Kemerdekaan. Silahkan dibaca, lalu jangan lupa juga untuk membagikan tulisan ini. Langsung saja disimak baik-baik ya tulisan ini.

Hari Santri 22 Oktober tahun ini akan diperingati secara istimewa oleh para santri terutama dari kalangan Nahdlatul Ulama. Mereka menggelar Kirab Resolusi Jihad 2016 dengan menempuh jarak sekitar 2.000 kilometer dari Banyuwangi menuju Jakarta.

Resousi Jihad Dan Peran Santri Pada Era Kemerdekaan
Santri Memperingati Resolusi Jihad
Para peserta kirab adalah perwakilan seluruh lembaga dan badan otonomi di bawah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Mereka berangkat dari Pondok Pesantren Darussalam Blokagung, Banyuwangi, Kamis (14/10) lalu. Dari Banyuwangi, peserta kirab akan melintasi wilayah Situbondo, Probolinggo,Pasuruan,Malang,Sidoarjo,dan Madura. Kemudian rombongan juga melewati Surabaya, Mojokerto, Rejoso, Jombang, Kertosono, dan Kediri. Rombongan kirab akan mengikuti puncak peringatan Hari Santri di Lapangan Banteng, Jakarta, Sabtu, 22 Oktober.

Hari Santri tahun ini merupakan peringatan yang kedua setelah tahun lalu Presiden Joko Widodo menetapkan secara resmi 22 Oktober sebagai Hari Santri. Jokowi memenuhi janjinya saat kampanye Pilpres 2014 lalu. Saat itu, Jokowi mengatakan, setiap 1 Muharram atau Tahun Baru Islam, akan diperingati sebagai Hari Santri. Namun, setelah melalui berbagai pertimbangan, Melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 22 Tahun 2015, Presiden Jokowi menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai peringatan Hari Santri.

Dalam peresmian Hari Santri di Masjid Istiqlal, 22 Oktober 2015, Presiden Jokowi mengungkapkan alasannya. "Mengingat peran tokoh-tokoh santri seperti Kyai Hasyim Asy'ari, Kyai Ahmad Dahlan dan lainnya. Untuk itu dengan seluruh pertimbangan, Pemerintah menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional," kata Presiden Jokowi.
Pak Jokowi pondok pesantren giri kusumo
Pak Jokowi berkunjung ke Ponpes Giri Kusumo

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin juga menjelaskan, penetapan Hari Santri ini merujuk pada dikeluarkannya Resolusi Jihad para ulama dan tokoh santri pada masa perang kemerdekaan.
"Hari Santri merujuk pada keluarnya Resolusi Jihad pada tanggal 22 Oktober 1945 yang memantik terjadinya peristiwa heroik 10 November 1945. Resolusi Jihad adalah seruan ulama santri, yang mewajibkan setiap muslim Indonesia untuk membela tanah air dan mempertahankan NKRI," ujarnya.

Resolusi Jihad

Perlawanan arek-arek Suroboyo terhadap tentara sekutu pada 10 November 1945 yang kini diperingati sebagai Hari Pahlawan merupakan rangkaian dari Resolusi Jihad. Rais Akbar Nahdlatul Ulama (NU) Hadratussyaikh KH Hasyim Asy'ari mengeluarkan Fatwa Jihad bagi seluruh umat Islam yang berada dekat dengan Kota Surabaya ikut berperang melawan penjajah. Fatwa itu dikeluarkan pada 22 Oktober 1945.
Resolusi Jihad Nahdlotul Ulama
Resolusi Jihad Nahdlatul Ulama

Saat zaman penjajahan Belanda, beberapa ulama NU terbagi dalam dua kelompok. Ada yang menggunakan cara diplomasi seperti Kiai Hasyim, KH Wahab Chasbullah, KH Machfudz Siddiq (Jember), KH Ma'shum (Lasem), KH Raden Asnawi (Kudus) dan sejumlah kiai lainnya.
Ada juga yang sejumlah kiai NU yang memilih berjuang dengan mengangkat senjata seperti yang dilakukan oleh KH Zainal Mustafa dari Pesantren Sukamanah (Ketua PCNU Tasikmalaya) pada tahun 1944. Demikian juga dengan KH Abbas di Cirebon dalam melawan Jepang dan KH Ruchiyat yang pesantrennya pernah diberondong Belanda pada masa revolusi.
Puncaknya terjadi saat masa-masa pendudukan Jepang. Di kalangan santri terbentuk Laskar Hizbullah (kader-kader pesantren) dan Laskar Sabilillah (para kiai dan ulama).
Dalam buku: Resolusi Jihad, 'Perjuangan Ulama dari Menegakkan Agama Hingga Negara' yang ditulis Abdul Latif Bustami dan Tim Sejarah Tebuireng, dituliskan, upaya Belanda melalui tentara sekutu yang ingin kembali menjajah Indonesia setelah Jepang takluk pada Perang Dunia II, disikapi dengan perlawanan fisik. Puncaknya pada peristiwa 10 November di Surabaya yang sebelumnya didahului dengan munculnya Resolusi Jihad.

Resolusi itu muncul berdasarkan keputusan yang dihasilkan dari Rapat Besar Konsul-konsul Nahdlatul Ulama (NU) se-Jawa dan Madura, 21-22 Oktober di Surabaya, Jawa Timur. Resolusi itu kemudian disebarkan oleh para perwakilan konsul yang hadir ke seluruh pengikut NU dan umat Islam di Jawa dan Madura.
Berikut ini adalah isi dari Resolusi Jihad NU sebagaimana pernah dimuat di harian Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta, edisi No. 26 tahun ke-I, Jumat Legi, 26 Oktober 1945.

بسم الله الرحمن الحيم

Resolusi

Rapat besar wakil-wakil daerah (Konsul-konsul) Perhimpunan Nahdlatul Ulama seluruh Jawa-Madura pada tanggal 21-22 Oktober 1945 di Surabaya:
Mendengar:
Bahwa di tiap-tiap daerah di seluruh Jawa-Madura ternyata betapa besarnya hasrat umat Islam dan alim ulama di tempatnya masing-masing untuk mempertahankan dan menegakkan AGAMA, KEDAULATAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA MERDEKA.

Menimbang:

a. Bahwa untuk mempertahankan dan menegakkan Negara Republik Indonesia menurut hukum AGAMA ISLAM, termasuk sebagai suatu kewajiban bagi tiap-tiap orang Islam

b. Bahwa di Indonesia ini warga Negaranya adalah sebagian besar terdiri dari umat Islam.


Mengingat:

a. Bahwa oleh pihak Belanda (NICA) dan Jepang yang datang dan berada di sini telah banyak sekali dijalankan banyak kejahatan dan kekejaman yang mengganggu ketenteraman umum.

b. Bahwa semua yang dilakukan oleh semua mereka itu dengan maksud melanggar Kedaulatan Republik Indonesia dan agama, dan ingin kembali menjajah di sini, maka di beberapa tempat telah terjadi pertempuran yang mengorbankan beberapa banyak jiwa manusia.

c. Bahwa pertempuran-pertempuran itu sebagian besar telah dilakukan ummat Islam yang merasa wajib menurut hukum agamanya untuk mempertahankan kemerdekaan negara dan agamanya.

d. Bahwa di dalam menghadapi sekalian kejadian-kejadian itu belum mendapat perintah dan tuntutan yang nyata dari Pemerintah Republik Indonesia yang sesuai dengan kejadian-kejadian tersebut.
Memutuskan:

1. Memohon dengan sangat kepada Pemerintah Republik Indonesia supaya menentukan suatu sikap dan tindakan yang nyata serta sepadan terhadap usaha-usaha yang akan membahayakan kemerdekaan Agama dan Negara Indonesia, terutama terhadap fihak Belanda dan kaki tangannya.

2. Supaya memerintahkan melanjutkan perjuangan bersifat 'Sabilillah' untuk tegaknya Negara Republik Indonesia Merdeka dan agama Islam.


Disqus Comments