Sabtu, 01 Agustus 2015

Hukum Tahlilan Menurut Islam

- Islam Berdikari - Assalamualaikum sahabat Islam Berdikari? Kali ini Islam Berdikari akan membagikan tulisan terbaru lagi. Tulisan ini berjudul Hukum Tahlilan Menurut Islam. Silahkan dibaca, lalu jangan lupa juga untuk membagikan tulisan ini. Langsung saja disimak baik-baik ya tulisan ini.

tahlil laailaaha illallah
Hukum Tahlilan Menurut Islam masih terus jadi perdebatan dikarenakan sangat kuatnya tradisi "selamatan kematian" di masyarakat. 

TAHLIL
adalah lafadz atau mengucapkan kalimat tauhid Laa ilaaha illallaah yang artinya "tidak ada Tuhan selain Allah".

Tahlilan adalah sebutan Indonesia bagi acara membaca tahlil secara berjamaah atau bersama-sama, bisanya untuk "memperingati kematian" atau "selamatan" dengan  berkumpul-kumpul di rumah duka (Wikipedia).

Kata tahlil berasal dari bahasa Arab, yaitu dari akar kata: hallala, yuhallilu, tahlilan, yang berarti mengucapkan kalimat Laa ilaaha illallaah.

Tahlilan dalam arti dzikir bersama dengan mengucapkan tahlil tersebut sudah ada di masa Rasulullah Saw.

"Dari Abu Dzar radliallahu 'anhu, dari Nabi shalla Allahu alaihi wa sallam, sesungguhnya beliau bersabda: "Bahwasanya pada setiap tulang sendi kalian ada sedekah. Setiap bacaan tasbih itu adalah sedekah, setiap bacaan tahmid itu adalah sedekah, setiap bacaan tahlil itu adalah sedekah, setiap bacaan takbir itu adalah sedekah, dan amar maruf nahi munkar itu adalah sedekah, dan mencukupi semua itu dua rakaat yang dilakukan seseorang dari sholat Dhuha." (HR. Muslim).

"Dari Abu Sa'id al-Khudriy radliallahu 'anhu, Mu'awiyah berkata: Sesungguhnya Rasulullah shalla Allahu alaihi wa sallam pernah keluar menuju halaqah (perkumpulan) para sahabatnya, beliau bertanya: "Kenapa kalian duduk di sini?". Mereka menjawab: "Kami duduk untuk berdzikir kepada Allah dan memuji-Nya sebagaimana Islam mengajarkan kami, dan atas anugerah Allah dengan Islam untuk kami". Nabi bertanya kemudian: "Demi Allah, kalian tidak duduk kecuali hanya untuk ini?". Jawab mereka: "Demi Allah, kami tidak duduk kecuali hanya untuk ini". Nabi bersabda: "Sesungguhnya aku tidak mempunyai prasangka buruk terhadap kalian, tetapi malaikat Jibril datang kepadaku dan memberi kabar bahwasanya Allah 'Azza wa Jalla membanggakan tindakan kalian kepada para malaikat". (HR. Ahmad, Muslim, At-Tirmidziy dan An-Nasa'iy).

"Dari Al-Agharr Abu Muslim, sesungguhnya ia berkata: Aku bersaksi bahwasanya Abu Hurairah dan Abu Said Al-Khudzriy bersaksi, bahwa sesungguhnya Nabi shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda: "Tidak duduk suatu kaum dengan berdzikir bersama-sama kepada Allah 'Azza wa Jalla, kecuali para malaikat mengerumuni mereka, rahmat Allah mengalir memenuhi mereka, ketenteraman diturunkan kepada mereka, dan Allah menyebut mereka dalam golongan orang yang ada disisiNya". (HR. Muslim).

Ketiga hadits shahih di atas menunjukkan adanya aktivitas tahlilan atau dzikir bersama dengan kalimah laa ilaaha illallaah dalam sejarah Islam (sejak masa Nabi Muhammad Saw).

Namun, hadits-hadits tersebut tidak menyebutkan aktivitas tahlilan para sahabat itu dilakukan pada waktu tertentu atau untuk "memperingati kematian" sebagaimana dilakukan kalangan Muslim Indonesia.

Ajaran Islam tidak mengenal "peringatan kematian". Memperingati kematian dengan tahlilan tidak diajarkan oleh Rasulullah Saw dan para sahabat.

Adakah hadits atau catatan sejarah yang menunjukkan Nabi Saw mengadakan "tahilan" di rumah beliau ketika Siti Khadijah dan putra-putra beliau meninggal dunia? Adakah riwayat bahwa ketika da sahabat meninggal lalu ada acara tahlilan di rumah duka?

Tradisi peringatan kematian "hari kesekian dan kesekian" adalah tradisi sebelum kedatangan Islam.  

"...latar belakang tahlil itu memang awalnya merupakan budaya masyarakat Indonesia yang beragama non-Islam sebelum Islam masuk ke Nusantara ini. Namun karena di satu sisi nabi Muhammad Saw. khususnya Islam sendiri yang memiliki sifat menghargai (toleran), maka ekspansi Islam tidak dengan cara merusak dan meniadakan apa yang telah menjadi tradisi masyarakat non-Islam sebelumnya" (NU Online).

Islam melarang umatnya meratapi kematian. Sedangkan kumpul di rumah duka untuk tahlilan dinilai sebagai meratapi yang meninggal dunia.

عَنْ جَرِيْربْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْبَجَلِيِّ قَالَ : كُنَّا نَرَى (وفِى رِوَايَةٍ : كُنَا نَعُدُّ) اْلاِجْتِمَاع اِلَى أَهلِ الْمَيِّتِ وَصَنْعَةَ الطَّعَامِ (بَعْدَ دَفْنِهِ) مِنَ الْنِّيَاحَةِ 

"Dari Jarir bin Abdullah Al Bajaliy, ia berkata : " Kami (yakni para shahabat semuanya) memandang/menganggap (yakni menurut madzhab kami para shahabat) bahwa berkumpul-kumpul di tempat ahli mayit dan membuatkan makanan sesudah ditanamnya mayit termasuk dari bagian meratap". (Diriwayatkan Imam Ibnu Majah dan Imam Ahmad).

Imam Nawawi dalam kitabnya Al Majmu' Syarah Muhadzdzab telah menjelaskan tentang bid'ahnya berkumpul-kumpul dan makan-makan dirumah ahli mayit dengan membawakan perkataan penulis kitab Asy -Syaamil dan lain-lain ulama dan beliau menyetujuinya berdalil dengan hadits Jarir yang beliau tegaskan sanadnya shahih. Hal ini pun ditegaskan di kitab beliau “Raudlotuth Tholibin (2/145).

Yang dinyatakan sunah bukan tahlilan di mana tuan rumah menyediakan makanan untuk yang tahlil, tapi para tetanggalah yang memberikan makanan kepada keluarga yang tengah berduka.

"Buatlah makanan untuk keluarga Ja'far ! Karena sesungguhnya telah datang kepada mereka apa yang menyibukakan mereka (yakni musibah kematian)." [Hadits Shahih, riwayat Imam Asy Syafi'i (I/317), Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad (I/205)]

Berkata Imam Syafi’iy : “Aku menyukai bagi para tetangga mayit dan sanak familinya membuat makanan untuk ahli mayit pada hari kematiannya dan malam harinya yang sekiranya dapat mengenyangkan mereka, karena sesungguhnya yang demikian adalah (mengikuti) SUNNAH (Nabi)....“ [Al-Um I/317].

Biasanya, ketika hukum tahlil menurut Islam ini dijelaskan, maka para pelaku tahilan akan menyatakan ini "aliran wahabi/salafi" atau apalah. Mereka "balik menyerang" disertai amarah. Na'udzubillah min dzalik.

Demikian hukum tahlilan menurut Islam berdasarkan hadits dan ijtihad para ulama. Semoga kita tercerahkan. Amin...! (http://inilahrisalahislam.blogspot.com).*

"Dan janganlah kamu campur adukkan yang haq dengan yang batil dan janganlah kamu sembunyikan yang haq itu, sedang kamu mengetahui" (QS. Al Baqarah : 42)

Referensi: Hukum Tahlilan (Selamatan Kematian) Menurut Empat Madzhab dan Hukum Membaca Al-Qur’an Untuk Mayit Bersama Imam Syafi’iy, Abdul Hakim bin Amir Abdat (Abu Unaisah), Penerbit Tasjilat Al-Ikhlas, Cetakan Pertama 1422/2001M.
Disqus Comments