Rabu, 11 Juni 2014

Hukum Mengucapkan Niat Shalat - Usholi

- Islam Berdikari - Assalamualaikum sahabat Islam Berdikari? Kali ini Islam Berdikari akan membagikan tulisan terbaru lagi. Tulisan ini berjudul Hukum Mengucapkan Niat Shalat - Usholi. Silahkan dibaca, lalu jangan lupa juga untuk membagikan tulisan ini. Langsung saja disimak baik-baik ya tulisan ini.

Hukum Melafadzkan atau Mengucapkan  Niat Shalat - Usholi
Hukum Melafadzkan atau mengucapkan  niat shalat (usholi)

Apakah ketika hendak sholat niat itu tdk perlu di lafadz kan sm sekali baik dimulut/dihati, atau di lafadz kan tapi di dlm hati saja? Wassalam. 02295056XXX

JAWAB: Niat itu tempatnya di hati, bukan di lisan. Niat itu pekerjaan hati (amaliah qalbiyah). Namun, diucapkan juga boleh untuk menegaskan, namun harap diingat atau disadari betul, melafadzkan niat itu bukan bagian dari shalat. Mayoritas ulama mengatakan: melafadzkan niat itu tidak wajib juga tidak juga dianjurkan, hanya boleh (mubah).

Shalat dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Jadi, niatnya boleh diucapkan, boleh juga tidak.

Dalam Qaul Mubin fi Akhta’ al-Mushallin hlm. 95 disebutkan:

“Mengucapkan niat dengan suara keras hukumnya tidaklah wajib tidak pula dianjurkan berdasarkan kesepakatan seluruh ulama. Bahkan, orang yang melakukannya dinilai sebagai orang yang membuat “kreasi” dalam agama yang menyelisihi syariat. Jika ada orang yang melakukan hal demikian karena berkeyakinan bahwa hal tersebut merupakan bagian dari syariat Islam, maka orang tersebut tidak paham tentang agama dan tersesat dari jalan yang benar. Bahkan, orang tersebut berhak mendapatkan hukuman dari penguasa jika dia terus-menerus melakukan hal tersebut setelah diberikan penjelasan. Terlebih lagi jika orang tersebut mengganggu orang yang berada di sampingnya disebabkan bersuara keras atau mengulang-ulangi bacaan niat berkali-kali.”

Nadzim Muhammad Sulthan mengatakan: 

Mengucapkan niat dengan suara keras adalah ‘kreasi’ dalam agama dan satu perbuatan yang dinilai munkar karena tidak terdapat dalam Al-Quran dan Hadits Nabi Saw satu pun dalil yang menunjukkan disyariatkannya mengucapkan niat dengan suara keras. …ibadah tidak boleh ditetapkan kecuali berdasarkan dalil.” (Qawaid wa Fawaid min al-Arbain an-Nawawiyah, hlm. 31).

Jamaluddin Abu Rabi’ Sulaiman bin Umar yang bermadzhab Syafi’i mengatakan: 

Mengucapkan niat dengan suara keras dan membaca Al-Fatihah atau surat dengan suara keras di belakang Imam bukanlah termasuk sunnah Nabi, bahkan hukumnya makruh. Jika dengan perbuatan tersebut jamaah shalat yang lain terganggu, maka hukumnya berubah menjadi haram. Barangsiapa yang menyatakan bahwa mengucapkan niat dengan bersuara keras dianjurkan, maka orang tersebut sudah keliru karena siapa pun dilarang berkata-kata tentang agama Allah ini tanpa ilmu.” (Al-A’lam, 3/194).

Syaikh Alauddin al-A’thar berkata, “Mengucapkan niat dengan suara keras yang mengganggu jamaah shalat yang lain hukumnya haram dengan kesepakatan ulama. Jika tidak menggangu yang lain, maka hukumnya ‘kreasi dalam agama’ (baca: bid’ah) yang jelek. Jika ada orang yang melakukan hal tersebut bermaksud riya’ dengan lafadz niat yang dia ucapkan, maka hukumnya haram. Karena dua alasan: riya’ dan pengucapan niat itu sendiri.

“Mengucapkan niat tidaklah diajarkan oleh Rasulullah sahabat, tidak pula seorang pun ulama yang menjadi panutan umat.” (Majmu’ah ar-Rasail al-Kubra 1/254).

Abu Abdillah Muhammad bin al-Qasim al-Thunisi yang mermadzhab Maliki mengatakan:

Niat merupakan perbuatan hati. Mengucapkan niat dengan suara keras adalah bid’ah di samping mengganggu orang lain.” (Majmu’ah ar-Rasail al-Kubra hlm. 1/254-157).

Syaikh Masyhur al-Salman mengatakan:

Demikian pula mengucapkan niat dengan suara pelan tidaklah diwajibkan Menurut Imam Madzhab yang empat dan para ulama yang lainnya. Tidak ada seorang ulama pun yang mewajibkan hal tersebut, baik dalam berwudhu, shalat, maupun berpuasa.” (Al-Qoul al-Mubin hlm. 96).

Abu Dawud pernah bertanya kepada Imam Ahmad, “Apakah diperbolehkan mengucapkan sesuatu sebelum membaca takbiratul ihram?” “Tidak boleh,” jawab Imam Ahmad. (Majmu’ Fatawa XII/28).

Dalam al-Amru bil Ittiba’, hlm. 28, Suyuthi yang bermadzhab Syafi’i mengatakan:

Di antara perbuatan bid’ah adalah was-was berkenaan dengan niat shalat. Hal tersebut tidak pernah dilakukan oleh Nabi dan para shahabat. Mereka tidak pernah mengucapkan niat shalat. Mereka hanya memulai shalat dengan Takbiratul Ihram padahal Allah berfirman, yang artinya, “Sungguh, pada diri Nabi telah ada suri tauladan yang baik.” (QS Al-Ahzab: 21).

Imam Syafi’i menyatakan, Bahwa was-was berkenaan dengan niat shalat dan berwudhu merupakan dampak dari ketidakpahaman dari aturan syariat. Dan akal pikiran yang sudah tidak waras lagi.”

Ibn Abi al-Iz yang bermadzhab Hanafi mengatakan, Tidak ada seorang pun di antara Imam Madzhab yang empat baik Imam syafi’i atau yang lainnya yang mewajibkan ucapan niat sebelum beribadah.”

Tempat niat adalah hati dengan kesepakatan para Ulama. Tetapi ada sebagian ulama mutaakhirin (belakangan) yang mewajibkan mengucapkan niat dan dinyatakan sebagai salah satu pendapat dari Imam syafi’i. Ini adalah sebuah kesalahan! Di samping itu, pendapat tersebut melanggar kesepakatan para ulama yang sudah ada sebelumnya.” Demikian komentar Imam Nawawi” (Al-Ittiba’, hlm. 62). Wallahu a’lam bish-showabi.*
Disqus Comments